Selasa, 16 Desember 2014

KADAR CBSA DALAM PEMBELAJARAN

KADAR CBSA DALAM PEMBELAJARAN



CBSA akan lebih tampak dan menunjukkan kadar yang tinggi apabila pembelajaran lebih berorientasi kepada siswa, dan akan terjadi sebaliknya bila arah pembelajaran cenderung beroientasi kepada guru.

Ada 7 (tujuh) dimensi proses pembelajaran yang mengakibatkan terjadinya kadar ke-CBSA-an yang dikemukakan oleh Mc Keachie, yaitu:
      1.      Partisipasi siswa dalam menetapkan tujuan kegiatan pembelajaran.
      2.      Tekanan pada aspek afektif dalam belajar.
      3.      Partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran, terutama yang berbentuk
      interaksi antarsiswa.
      4.      Kekohesifan (kekompakkan) kelas sebagai kelompok.
      5.      Kebebasan atau lebih tepat kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk
     mengambil  keputusan-keputusan penting dalam kehidupan sekolah.
      6.      Jumlah waktu yang digunakan untuk menanggulangi masalah pribadi siswa,
     baik yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan dengan
     sekolah/pembelajaran.

Yamamoto mengungkapkan bahwa proses pembelajaran yang op[timal terjadi apabila siswa yang belajar maupun guru yang membelajarkan memiliki kesadaran dan kesengajaan terlibat dalam proses pembelajaran. Lindgren mengemukakan 4 (empat) kemungkinan interaksi pembelajaran, yakni:

      1.      Interaksi satu arah, dimana guru bertindak sebagai penyamapi pesan dan
      siswa penerima pesan.
    Interaksi dua arah antara guru dengan siswa, dimana guru memperoleh 
    balikan dari siswa.
3.      Interaksi dua arah antara guru-siswa, dimana guru mendapat balikan dari siswa.Selain itu, siswa saling berinteraksi atau saling belajar satu dengan yang lain.
 4.     Interaksi optimal antara guru-siswa, dan antara siswa-siswa.

  Raka Joni (1992: 19-20) mengungkapkan bahwa sekolah yang ber-CBSA dengan baik mempunyai karakteristik berikut:
      1.      Pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada siswa, sehingga siswa
       berperan lebih aktif dalam mengembangkan cara-cara belajar mandiri.
      2.      Guru adalah pembimbing dalam terjadinya pengalaman belajar.
      3.      Tujuan kegiatan tidak hanya untuk sekedar mengejar standar akademis,
       kegiatan ditekankan untuk mengembangkan kemampuan siswa secara utuh
      dan setimbang.
      4.     Pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada kreativitas
      siswa, dan memperhatikan kemajuan siswa untuk menguasai konsep-konsep
      dengan mantap.
      5.      Penilaian, dilaksanakan untuk mengamati dan mengukur kegiatan dan
      kemajuan siswa, serta
      mengukur berbagai keterampilan yang dikembangkan.

Kadar MA ditandai oleh semakin banyaknya dan bervariasinya keaktifan dan keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar. Semakin banyak dan semakin beragamnya keaktifan dan keterlibatan siswa, maka semakin tinggi pula kadar ke-CBSA-annya. Sebaliknya, semakin sedikit keaktifan dan keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar, maka berarti semakin rendah kadar CBSA tersebut.
Kadar CBSA itu dalam rangka sistem belajar mengajar menunjukkan ciri-ciri, sebagai berilmu :
1)      Pada tingkat masukan, ditandai oleh:
  1. Adanya keterlibatan siswa dalam merumuskan kebutuhan pembelajaran sesuai dengan kemampuan, minat, pengalaman, motivasi, aspirasi yang telah dimiliki sebagai baban masukan untuk melakukan kegiatan belajar.
  2. Adanya keterlibatan siswa dalam menyusun rancangan belajar dan pembelajaran, yang menjadi acuan baik bagi siswa mupun bagi guru.
  3. Adanya keterlibatan siswa dalam memilih dan menyediakan sumber bahan pembelajaran.
  4. Adanya keterlibatan siswa dalam pengadaan media pembelajaran yang akan digunakan sebagai alat bantu belajar.
  5. Adanya kesadaran dan keinginan belajar yang tinggi serta motivasi untuk melakukan kegiatan belajar.
2)      Pada tingkat proses, kadar CBSA ditandai dengan:
  1. Adanya keterlibatan siswa secara fisik, mental, emosional, intelektual, dan personal dalam proses belajar.
  2. Adanya berbagai keaktifan siswa mengenal, memahami, menganalisis, berbuat, memutuskan, dan berbagai kegiatan belajar lainnya yang mengandung unsur kemandirian yang cukup tinggi.
  3. Keterlibatan secara aktif oleh siswa dalam menciptakan suasana belajar yang serasi, selaras dan seimbang dalam proses belajar dan pembelajaran.
  4. Keterlibatan siswa menunjang upaya guru menciptakan lingkungan belajar untuk memperoleh pengalaman belajar serta turut membantu mengorganisasikan lingkungan belajar itu, baik secara individual maupun secara kelompok.
  5. Keterlibatan siswa dalam meneari imformasi dari berbagai sumber yang berdaya guna dan tepat guna bagi mereka sesuai dengan rencana kegiatan belajar yang telah mereka rumuskan sendiri.
  6. Keterlibatan siswa dalam mengajukan prakarsa, memberikan jawaban atas penanyaan guru, mengajukan penanyaan/ masalah dam berupaya menjawabnya sendiri, menilai jawaban dari rekannya, dan memecahkan masalah yang timbul selama berlangsungnya proses belajar mengajar tersebut.
3)      Pada tingkat produk, kadar CBSA ditandai oleh:
  1. Ketertibatan siswa dalam menilai diri sendiri, menilai teman sekelas.
  2. Keterlibatan siswa secara mandiri mengerjakan tugas menjawab tes dan mengisi instrumen penilaian lainnya yang diajukan oleh guru.
  3. Keterlibatan siswa menyusun laporan baik tertulis maupun lisan yang berkenaan dengan hasil belajar.
  4. Keterlibatan siswa dalam menilai produk-produk kerja sebagal hasil belajar dan pembelajaran.
            Berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat ditentukan derajat kadar CBSA dalam suatu proses belajar mengajar, dan bila mungkin di klasifikasikan menjadi: kadar tinggi, kadar sedang, dan kadar rendah. Kendatipun tampak, bahwa keaktifan guru sangat menonjol, namun tidak berarti keaktifan guru di abaikan. Tanpa upaya dan pengaruh serta arahan guru sebagai fasilitator dan pengorganisasian belajar, maka kadar CBSA yang diinginkan tak mungkin tercapai. Guru tetap bertanggungjawab menciptakan lingkungan belajar yang mampu mengundang / menantang siswa untuk belajar.

Faktor-faktor yang harus dimiliki seorang siswa untuk belajar aktif

1.      Mendengar, dalam proses belajar yang sangat menonjol adalah mendengar dan melihat. Apa yang kita dengar dapat menimbulkan tanggapan dalam ingatan-ingatan, yang turut dalam membentuk jiwa sesorang.

2.     Melihat, peserta didik dapat mneyerap dan belajar 83% dari penglihatannya. Melihat berhubungan dengan penginderaan terhadap objek nyata, seperti peragaa atau demonstrasi. Untuk meningkatkan keaktifan peserta didik dalam belajar melalui proses mendengar dan melihat, sering digunakan alat bantu dengar dan pandang, atau yang sering di kenal dengan istilah alat peraga.

3.      Mencium, sebenarnya penginderaan dalam proses belajar bukan hanya mendengar dan melihat, tetapi meliputi penciuman. Seseorang dapat memahami perbedaan objek melalui bau yang dapat dicium.

4.      Merasa, yang dapat memberi kesan sebagai dasar terjadinya berbagai bentuk perubahan bentuk  tingkah laku bisa juga dirasakan dari benda yang dikecap.
5.     Meraba, untuk melengkapi penginderaan, meraba dapat dilakukan untuk membedakan suatu  benda dengan yang lainnya.

6.      Mengolah ide, dalam mengolah ide peserta didik melakukan proses berpikir atau proses kognisi. Dari keterangan yang disampaikan kepadanya, baik secara lisan maupun secara tulisan, serta dari proses penginderaan yang lain yang kemudian peserta didik mempersepsi dan menanggapinya. Berdasarkan tanggapannya, dimungkinkan terbentuk pengetahuan, pemahaman, kemampuan menerapkan prinsip atau konsep, kemampuan menganalisis, menarik kesimpulan dan menilai. Inilah bentuk-bentuk perubahan tingkah laku kognitif yang dapat dicapai dalam proses belajar mengajar.

7.      Menyatakan ide, tercapainya kemampuan melakukan proses berpikir yang kompleks ditunjang oleh kegiatan belajar melalui pernyataan atau mengekspresikan ide. Ekspresi ide ini dapat diwujudkan melalui kegiatan diskusi, melakukan eksperimen, atau melalui proses penemuan melalui kegiatan semacam itu, taraf kemmapuan kognitif yang dicapai lebih baik dan lebih tinggi dibandingkan dengan hanya sekedar melakukan penginderaan, apalagi penginderaan yang dilakukan hanya sekedar mendengar semata-mata.

Melakukan latihan: bentuk tingkah laku yang sepatutnya dapat dicapai melalui proses belajar, di samping tingkah laku kognitif, tingkah laku afektif (sikap) dan tingkah laku psikomotorik.

Pembelajaran CBSA merupakan wujud kegiatan atau unjuk kerja guru. Hampir dapat dikatakan bahwa guru profesional diduga berkemampuan mengelola pembelajaran berkadar  CBSA tinggi.

Faktor-faktor penentu kegiatan pembelajaran berupa,
(1) karakteristik tujuan,
(2) karakteristik mata pelajaran/bidang studi,
(3) karakteristik lingkungan/ setting pembelajaran,
(4) karakteristik siswa,
(5) karakteristik guru dan,
(6) karakteristik bahan/alat pembelajaran.

Dari keenam faktor tersebut dapat diketahui bahwa penentu utama pembelajaran ber CBSA adalah guru yang memahami kelima karakteristik faktor yang lain.

Pembelajaran ber-CBSA tersebut dapat, dilakukan guru dengan pendekatan keterampilan proses (PKP) yaitu anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan dasar yang telah ada dalam diri siswa.

 Dengan PKP siswa akan :
(1)  memperoleh pengertian yang tepat tentang hakikat pengetahuan,
(2) memperoleh kesempatan bekerja dengan ilmu pengetahuan dan merasa
      senang, dan
(3) memperoleh kesempatan belajar proses memperoleh dan memproduk ilmu
      pengetahuan.


Dengan adanya kebaikan atau kelebihan pada PKP tersebut maka seyogianya calon guru belajar PKP secara keilmuan untuk dijadikan modal dasar menjadi guru yang profesional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar